Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Perkembangan
Sosial Dan Kebudayaan Indonesia
Setiap
kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya,
manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak
sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti
ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan
seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam
struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara
aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang
tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain
pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu
telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan
kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam
masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok
sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
Masyarakat
dan Kebudayaan Indonesia
Dinamika
sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia,
walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat
dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau,
walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan
perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan
Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai
perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat
perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada
sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan
sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal
factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa
setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor),
seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung
maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada
gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang
harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun
cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun
penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan
kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi
pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan
disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur
seperti Indonesia.
Perkembangan
Budaya dan Sosial
Masyarakat
Indonesia ini sedang mengalami masa
pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara
menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan
nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain
pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan
nilai-nilai
budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila
masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah
mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan
kebudayaan dewasa ini.
Penerapan
Teknologi Maju
Penerapan
teknologi maju untuk mempercepat pembangunan nasional selama 32 tahun yang lalu
telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping
ketrampilan dan keahlian tenaga kerja dengan sikap mental yang mendukungnya.
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal
yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola
secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi
seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenaga kerja yang berketerampilan
dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement
orientation).
Tanpa
disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di
segenap sektor kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi
pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya
itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik,
ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas.
Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya,
dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat
menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam
masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan
Lingkungan (Environment Scarcity)
Penerapan
teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif
dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin,
mesin-mesin berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong
pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan
hutan secara besar- besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga
mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi
barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang
diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya
mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan
kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di
samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas
lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber
daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang
dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan
digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk
setempat.
Ketimpangan
sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga
menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai
budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang
harus mampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang
seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga
penduduk seolah-olah kehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun
pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan
penduduk sehari-hari. Seolah-olah telah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus
lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan
tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan
sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut
dengan
pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
Peraturan
dan Perundang-undangan
Sejumlah
peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak
dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan
HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual
ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental
penduduk dengan segala akibatnya.
Pendidikan
Kekuatan
perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang
adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga sosial yang
terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil
dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan
nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka
cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat
menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan
kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di
samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan
pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi
mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk
mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku.
Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas
pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam
masyarakat.
Dengan
demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan
dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat
yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi
kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa
yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara
tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan,
keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi
sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya,
apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di
samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial
dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu
perlembangan sosial- budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak
sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan
perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat
untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam
prosesnya.
Tanpa
penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di
Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya
kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri
sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahaya lagi kalau
gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya
ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala
pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapa
pun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan
mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah
perbaikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kesimpulan
Pada
perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2
kekuatan yang memicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam
masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai
penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat
(external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture
contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan
lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan
kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar